Kebiasaan Merokok
Menurut Ogawa (skripsiqu,2006) dahulu rokok disebut sebagai suatu “kebiasaan” atau “ketagihan”. Dewasa ini merokok disebut sebagai “Tobacco Depedency” atau ketergantungan pada tembakau. Ketergantungan pada tembakau atau tobacco dependence didefinisikan sebagai perilaku penggunaan tembakau yang menetap, biasanya lebih dari ½ bungkus rokok per hari, dengan tambahan adanya distres yang disebabkan oleh kebutuhan akan tembakau secara berulang-ulang.
Seorang konsultan WHO dan
1. Tidak adanya pengetahuan di kalangan perokok tentang resiko merokok
2. Tidak cukupnya pengetahuan badan-badan pemerintah dan LSM, yaitu pengendalian rokok bagi kesehatan dan perekonomian, serta taktik-taktik menyesatkan yang dipakai oleh industri rokok
3. Tidak adanya komitmen oleh para politisi dan departemen pemerintah
4. Adanya kerancuan wewenang Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) dan Departemen Kesehatan dan Departemen Kesejahteraan Sosial
5. Kuatnya sektor industri rokok
6. Desentralisasi dan tidak adanya kerangka kerja di daerah untuk mengimplementasikan perangkat pengendalian rokok
7. Tak ada dana untuk membuat kampanye tandingan dan program pengendalian lainnya. (Kompas, 2001)
Melihat perkembangan kebiasaan merokok
Negara-negara Unieropa mencanangkan kampanye anti rokok dengan slogan; “Feel Free to Say No!” yang diluncurkan bertepatan dengan momen piala dunia 2002 serta didukung sejumlah pemain bola terkenal seperti Luis Figo, Zinadine Zidane, Paolo Maldini,dll. Sementara dalam peringatan Hari Tanpa Tembakau sedunia (31 Mei 2002), Meksiko mengumumkan akan melarang semua iklan rokok dari radio dan televisi mulai 2003. Secara perlahan-lahan penjualan rokok di toko-toko obat akan dikurangi dan peringatan bahwa bahaya rokok akan diwajibkan untuk dipasang di depan, bukan di belakang seperti sekarang. (Kompas, 2002)
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2001 (Johnson, 2005) menyebutkan bahwa:
1. 27 % penduduk berusia di atas 10 tahun menyatakan merokok dalam satu bulan terakhir.
2. 54, 5 % penduduk laki-laki merupakan perokok dan hanya 1,2 % perempuan yang merokok.
3. Terdapat peningkatan sebesar 4 % penduduk, umur diatas 10 tahun yang merokok dalam kurun waktu 6 tahun.
4. 92, 0 % dari perokok menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah, ketika bersama anggota keluarga lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota keluarga lainnya merupakan perokok pasif.
5. 68, 5 % penduduk mulai merokok pada usia 20 tahun meningkat 8 % dari Susenas 1995 yaitu 60, 0 %.
6. Peningkatan usia muda yang merokok, kelompok umur 25-29 tahun (75 %) dan kelompok umur 20-24 tahun (84, 0 %).
Menurut Nawawi (2005) merokok merupakan hak asasi manusia, namun merokok merugikan kesehatan tidak hanya bagi perokok sendiri tapi juga bagi orang lain di sekitarnya (perokok pasif). Padahal mereka yang bukan perokok mempunyai hak untuk menghirup udara bersih bebas asap rokok.
Perokok pasif adalah orang yang menghisap asap rokok orang lain. Perokok pasif mempunyai resiko kesehatan yang sama seperti resiko perokok aktif. Ibu hamil yang terpapar asap rokok beresiko keguguran, lahir mati, bayi dengan berat badan lahir rendah, kurang gizi, gangguan pertumbuhan bayi, bayi lahir prematur. Sedangkan bayi dan anak yang terpapar asap rokok beresiko perkembangan parunya lambat, infeksi saluran napas, infeksi telinga, kekambuhan asma, bayi mati mendadak.
Sesuai uraian yang dikemukakan di atas maka dapat diketahui bahwa masalah merokok telah menjadi semakin serius, karena merokok dapat mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit yang dapat terjadi pada perokok itu sendiri maupun orang lain di sekitarnya yang tidak merokok (perokok pasif). Rokok secara luas telah menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Dalam hal, pemahaman terhadap kondisi atau keadaan orang lain sangat dibutuhkan oleh perokok, terutama pada saat mereka berada di tempat umum.
Tahapan seseorang menjadi perokok tetap (Laventhal & Cleary;1980, Flay;1993);
1. Persiapan; sebelum seseorang mencoba rokok, melibatkan perkembangan perilaku dan intensi tentang merokok dan bayangan tentang seperti apa rokok itu.
2. Inisiasi (initiation); reaksi tubuh saat seseorang mencoba rokok pertama kali berupa batuk, berkeringat. (Sayangnya hal ini sebagian besar diabaikan dan semakin mendorong perilaku adaptasi terhadap rokok)
3. Menjadi perokok; melibatkan suatu proses ‘concept formation’ , seseorang belajar kapan dan bagaimana merokok dan memasukkan aturan-aturan perokok ke dalam konsep dirinya
4. Perokok tetap; terjadi saat faktor psikologi dan mekanisme biologis bergabung yang semakin mendorong perilaku merokok.
Faktor Psikologis;
1. Kebiasaan (terlepas dari motif positif atau negatif)
2. Untuk menghasilkan reaksi emosi positif (kenikmatan, dsb)
3. Untuk mengurangi reaksi emosi negatif (cemas, tegang, dsb)
4. Alasan sosial (penerimaan kelompok)
5. Ketergantungan (memenuhi keinginan/ kebutuhan dari dalam diri) (Oskamp & Schultz, 1998. dalam Ardiningtiyas, 2006)
Proses Biologis
Nikotin diterima reseptor asetilkotin-nikotinik yang kemudian membagi ke jalur imbalan dan jalur adrenergenik. Pada jalur imbalan, perokok akan merasakan nikmat, memacu sistem dopaminergik. Hasilnya perokok akan merasa lebih tenang, daya pikir serasa lebih cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar. Di jalur adrenergik, zat ini akan mengaktifkan sistem adrenergik pada bagian otak lokus seruleus yang mengeluarkan sorotin. Meningkatnya sorotin menimbulkan rangsangan rasa senang sekaligus keinginan mencari rokok lagi. Hal inilah yang menyebabkan perokok sangat sulit meninggalkan rokok, karena sudah ketergantungan pada nikotin. Ketika ia berhenti merokok rasa nikmat yang diperolehnya akan berkurang. (Mu’tadin, 2002)
Aspek-aspek kecanduan merokok menurut Sani (2005) adalah sebagai berikut:
1. Ketagihan secara fisik atau kimia, yaitu ketagihan terhadap nikotin (nicotine addiction)
2. Automatic Habit, berupa kebiasaan dalam merokok (ritual habit) seperti membuka bungkus rokok, menyalakannya, menghirup dalam-dalam, merokok sehabis makan dan merokok sambil minum kopi dan lain-lain
3. Ketergantungan psikologis/ emosional, dimana kebiasaan merokok dipakai dalam mengatasi hal-hal yang bersifat negatif, misalnya rasa gelisah, kalut ataupun frustasi
Mu’tadin (2002) yang membagi perokok menjadi 3 yaitu Perokok berat merokok sekitar 21-30 batang sehari dengan selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6-30 menit. Perokok sedang menghabiskan rokok 11-21 batang dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi. Perokok ringan menghabiskan rokok sekitar 10 batang dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi.
Selanjutnya, menurut Tomkins (dalam Mu’tadin, 2002) tempat merokok juga dapat mencerminkan pola perilaku merokok. Berdasarkan tempat-tempat dimana seseorang menghisap rokok, maka dapat digolongkan atas :
1. Merokok di tempat-tempat umum/ ruang publik:
a. Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri di smoking area.
b. Kelompok yang heterogen (merokok ditengah orang-orang lain yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit, dll). Mereka yang berani merokok ditempat tersebut, tergolong sebagai orang yang tidak berperasaan, kurang etis dan tidak mempunyai tata krama. Bertindak kurang terpuji dan kurang sopan, dan secara tersamar mereka tega menyebar “racun” kepada orang lain yang tidak bersalah.
2. Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi:
1. Di kantor atau di kamar tidur pribadi. Mereka yang memilih tempat-tempat seperti ini sebagai tempat merokok digolongkan kepada individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh dengan rasa gelisah yang mencekam.
Dari berbagai hal yang telah dijabarkan di atas di harapkan bagi perokok aktif dapat meningkatkan kepekaan terhadap orang lain di sekitarnya, serta dapat menentukan sikap apakah kebiasaan merokok hal yang baik atau buruk untuk tetap dipertahankan. Saya tidak mengatakan mudah untuk menghilangkan sesuatu yang sudah menjadi suatu kebiasaan, namun semua orang pasti mampu untuk berubah jadi lebih baik jika ia benar-benar memiliki kemauan untuk terus berusaha.
Sumber:
Ardiningtiyas, Pitaloka, RR. 2006. Moral Exclusion dan Rokok (Online). Available: http://www.e-psikologi.com/sosial/060206.htm
Johnson, J. 2005. Kawasan Tanpa Rokok Mencegah PTM (Online). Available: http://www.promosikesehatan.com/artikel.php?nid=81
Kompas. 2001. Udara Bebas Asap Rokok adalah HAM;
Kompas. 2002. “Katakan Tidak Pada Rokok”, “Meksiko Larang Iklan Rokok”; Kompas-cetak; 2 Juni 2002; h. 21
Mu’tadin, Z. 2002. Remaja & Rokok (Online). Available: http://www.e-psikologi.com/remaja/050602.htm
Sani, A. 2005. Pengalaman 3 Tahun Pelayanan Klinik Berhenti Merokok, Yayasan Jantung
Skripsiqu. 2006. Hubungan Antara Rasa Empati dengan Kebiasaan Merokok di Tempat Umum
6 Comments:
alhamdulillah ana mah ngga merokok...cuman orang sekitar2 aja nih yang ngerokok..jadi dah perokok pasif..huehue
alhamdulillah.. jarang sekarang nemu org yang gak ngerokok. kapan yah orang2 pada benci rokok :D perokok pasif khan lebih berbahaya + menderita uwhh di boom aja kali yah pabriknya qeqeeqeq :P
Syukurlah kalo omzz giffe kagak merokok :D emang gak enak amit jadi perokok pasif, andai pabrik rokok dimusnahkan hihihi *dukung banget*
Yupzz bener harun :) itu tanggung jawab semua orang. Namun asap rokok juga dinikmatin setiap hari dan yang menyebalkan di kendaraan2 umum, dimana setiap orang berhak menghirup udara yang jauh lebih sehat pada pagi hari :) masa' iyah sih pagi2, udah rapi2 dan harum2 mau kerja/ sekolah, udah kena asap rokok yang menyebalkan itu.. betapa kurangnya empati para perokok di kendaraan umum *memprihatinkan*
mksh bwt postingan.a...
dgn postingan ini gu lbih tw tntang rokok...
@ Rian. Alhamdulillah kalau bermanfaat :)
Kebetulan memang skripsi saya dulu membahas tentang hal ini juga. Terimakasih yah sudah mampir ke blog saya :)
Post a Comment
Ayo-ayo tanggapin :) makasih yah..
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home